Yang Pertama untuk Siapa?
DigToKnow |
"Untuk siapakah surat ini dituju?"
Surat ini mungkin akan menjadi surat cinta tersingkat yang pernah ada. Namun, aku bersumpah, bahwa tiap huruf yang kutulis, ditulis dengan sepenuh hati. Percayalah. Aku menulis ini dengan hati yang resah. Resah bahwa kau takkan menerimanya apalagi membacanya. Jika sudah dibaca, aku takut surat ini akan dibuang, disobek, atau dibakar. Aku takut.
Menulis surat ini bukan perkara mudah. Melibatkan banyak orang yang ingin ikut campur dalam hubungan ini. Banyak gagasan. Bertengkar dengan sahabat yang selalu ada. Tapi pena ini takkan mengeluarkan tintanya. Kata demi kata ini terinspirasi hanya olehmu. Surat ini entah untuk siapa. Intinya surat ini hanya dituju untuk orang yang membuat jantungku berdebar tiap ia datang mendekat, yang membuatku takut, yang selalu membuatku kaku dan terlihat bodoh, yang membuatku ahli dalam bersembunyi. Berbicara dengannya hanyalah sebuah angan semata.
Entah mengapa tahun ini bukanlah tahun yang baik bagiku. Namun rasanya tahun ini lebih buruk dari tahun lalu karena tak ada tanda-tanda yang baik darinya sedikit pun dan bahkan makin menjauh. Bersanding dengan yang lainnya. Itu haknya, bukan hakku. Mungkin membiarkan orang jatuh cinta lalu pergi begitu saja adalah hobinya. Lain kaliku tak ingin jatuh cinta lagi. Karena jatuh itu sakit. Ku ingin terbang karena cinta. Bedakan terbang dengan melompat.
huffingtonpost |
Di bulan ini, kisah yang menyedihkan mulai terbentuk. Namun, kisah bahagia pun mulai terbentuk. Kisah-kisah tersebut memberi warna hitam dan putih padaku di bulan ini. Tepat 100 puisi yang kutempel di dinding kamar dengan sticky notes. Puisi ke 100-ku tak memerlukan pena, ku menulisnya dengan tangis yang datang dari pikiranku. Bukan hanya hatiku yang dibodohi namun pikiranku juga. Menunggu untuk dapat bersanding dengannya atau mencari hati hingga ufuk timur sana?
Kamu, kapan kau bisa menjawab pertanyaan tersebut? Satu pertanyaan yang mengandung banyak arti. Satu pertanyaan yang menyangkut kegiatan esok hari. Satu pertanyaan yang membuat diri ini berkeringat dingin. Satu pertanyaan yang membuat hidup terasa utuh lagi. Kejadian seperti ini sudah terulang dua kali. Kapan kau akan sadar?
Jangan diam saja. Bibir itu diberikan untuk berkata jujur, bukan hanya untuk diam tak bergerak, atau bahkan bergerak hanya untuk berbuat dosa.
Bangunan ini menjadi saksi, bangunan itu pun juga. Tiapku melihatmu ada rasa yang berbeda. Tidak dengan pandangan orang lain, terkecuali gandengan kau sekarang ini. Azbycxdwev. Argh! Tak ada satu kata pun yang bisa kuucapkan untukmu. Aku bodoh. Semua kata-kata ini hanya omong kosong. Lupakan saja.
Mengapa ini terjadi? mungkin jika aku tak melakukannya dari awal, surat ini tak akan ada. Tukarkan saja surat ini dengan sekantung garam. Ini hanya akan membuatku sakit. Hati ini akan dingin jika ditambah garam. Gali saja lubang itu. Isinya hanya bebatuan yang keras. Sulit untuk dihancurkan, walaupun dengan air liur komodo. Cari dirimu di sana, yang ada hanya dayang-dayang.
Menulis puisi tiap menjelang tidur, berharap kau membacanya. Bermain musik tiap senja, berharap kau mendengarnya. Berdansa tiap malam, berharap kau melihatnya. Olahraga tiap pagi, berharap kau terpukau. Tapi itu semua tiada artinya sekarang. Ini semua sia-sia. Seperti menambahkan 10 liter air dalam laut. Ikan-ikan pun takkan merasakannya.
Bagaimana jika surat ini hanya menjadi olok-olokmu? Jadi perbincangan yang menggelikan antara kau dan sahabat kau? Surat ini bukan sebagai bahan tertawaan. Bukan untuk diolok-olok. Bukan untuk dikasihani pula penulisnya. Tapi untuk kau menyadarinya, bahwa aku hadir namun tak menampakkan diri.
Ini bohong. Ini hanya sugestimu saja bahwa surat ini ada, sebenarnya tidak. Ganti saja artikel lain.
JLPP |